Senin, 13 Juni 2011

Skenario ADIN SANG PEMULUNG


Sin 1 Adin – Jalan Raya yang ramai
Adin adalah seorang bocah berumur 8 tahun berfrofesi sebagai pemulung, harus putus sekolah karena keluarganya tidak mampu membiayai sekolahnya. Wajah yang lusuh, pakaian compang- camping yang sudah tak layak dipakai lagi, tidak mengenakan alas kaki. Rambut yang semua hampir menguning karena sering terkena terik matahari. Adin terus berjalan mencari sampah-sampah dijalanan kota, dia tak menghiraukan orang-orang dan angkutan kota yang berlalulalang. dengan memanggul karung untuk tempat hasil dia memungut sampah, dia terus berjalan walau terik matahari begitu menyangat pada hari itu, sesekali Adin mengusap keringatnya dengan tangannya yang kotor, namun Adin terus berjalan tak kenal lelah mengumpulkan puing-puing rupiah dari tong-tong sampah dan tempat-tempat kumuh dan dia  selalu ceria walau kelelahan. 
Set 2 Adin dan Bapak Tua kaya Raya – area parkir Restoran siap saji
Langkah Adin terhenti disalah satu tempat parkiran mobil Restoran siap saji, lalu dia duduk di trotoar parkiran sambil pandangannya terus memerhatikan pintu masuk dan orang-orang yang berlalu-lalang masuk dan keluar dari Reastoran siap saji. Adin membayangkan dia, Bapak, Ibu dan adik-adiknya dapat masuk dan mempunyai cukup uang untuk membeli makanan di restoran tersebut. Namun Adin hanya dapat tersenyum ketika dia membayangkan hal itu. Dari kejauhan berjalan seorang bapak tua menuju parkiran mobil, sesampainya diparkiran bapak tua tersebut berada persis disebelah Adin. Ketika bapak tua itu mendekati pintu mobilnya Adin tersenyum dan segera bergegas pergi. Bapak tua itu memandang Adin dan membalas senyum Adin, ketika Adin mulai melangkah Bapak tua itu memanggil Adin, kening bapak tua itu mengerut memperhatikan Adin dan ingin sekali berbincang dengan dia bocah yang lusuh dengan membawa karung yang penuh dengan botol-botol plastik, pada akhirnya bapak tua memberanikan diri memanggil Adin.
“hei nak, apa yang kamu lakukan disini nak? “ menepuk pundak Adin”
“sa..sa..saya sedang bekerja pak” jawab Adin gugup dan menunduk”
“bekerja? Siang bolong seperti ini? Memengnya tidak bersekolah? “kaget mendengar jawaban Adin”
“tidak pak, saya pemulung” Adin tersenyum ”
“hebat kamu masih muda tetapi sudah gemar mencari uang” menepuk pundak Adin lagi”
Adin hanya bisa tersenyum kembali sambil memandang bapak tua
“bapak habis dari restoran itu ya? “Adin sambil  menunjuk Restoran itu”
“saya habis makan siang, bosan makanan di kantor. tau kah nak, bukannya sekolah sekarang sudah gratis?
“kalau memang sekolah sekarang gratis saya tidak mungkin dijam sekolah seperti ini berkeliaran mengumpulkan sampah-sampah dan barang bekas seperti sekarang ini” sambil tersenyum lebar dan menghapus keringat di dahinya dengan tangannya yang kotor”
“tidak cape bekerja dibawah terik matahari dan memanggul barang yang beratnya melebihi berat badan kamu?
“kalau saya tidak bekerja saya dan keluarga makan apa pak? Yang penting saya bekerja sebagai pemulung halal tidak korupsi seperti tokoh-tokoh yang sering saya lihat di TV tetengga, walau terkadang banyak yang menghina karna hadirnya kami dilingkungan mereka, saya tetap bangga menjadi pemulung, menyenangkan bisa jalan-jalan sambil bekerja membantu keluarga. “dengan raut wajah lelah namun Adin tetap ceria dan tersenyum lebar pada bapak tua itu”
“saya permisi pak”
“kenapa buru-buru? Waktu masih panjang? Bapak tua tersenyum kecil dan menahan Adin untuk pergi
“kalau saya tidak buru-buru penghasilan saya bisa berkurang, saya permisi pak dan terimakasih tidak malu mengobrol dengan pemulung, hati-hati dijalan pak” senyum Adin tak pernah lepas walau lelah namun dia tak memperlihatnya, dia tetep tersenyum menjalani hari-harinya sebagai pemulung.
“sama-sama nak, semoga suksek dikemudian hari”
Set 3 Adin dan Bapak tua – are parkir
Bapak tua membuka pintu mobilnya dan masuk kedalam mobil, menstater mobilnya lalu pergi sambil memperhatika kaca sepion meliahat Adin yang sedang berjalan. Sedangkan Adin berjalan dengan wajah cerianya tanpa merasa lelah Adin terus berjalan mengumpulkan puing-puing rupiah ditempat sampah hingga senjapun tiba.

Sinopsis
pemulung bukanlah harapan dan cita-cita dan tak seorang pun yang menginginkan predikat semacam itu melekat pada dirinya. Namun, situasilah yang memaksa mereka membuka lahan pekerjaan sendiri sebagai pemulung, lelah memang namun inilah hidup Adin menjalani hari-harinya sebagai pemulung. Dia bangga menjadi seorang pemulung, tak meminta-minta dan tak menguras uang rakyat kecil seperti para petinggi di Negri ini. Adin tetaplah bocah yang polos, bocah yang diusianya seharusnya mendapat pendidikan yang layak bukannlah menjadi pekerja.

Kebudayaan Suku Dayak Kenyah


BAB I
PENDAHULUAN

1.1   LATAR BELAKANG
Setelah membaca artikel dan tulisan lain serta menonton gambar visual mengenai kawasan alam tropis khatulistiwa, mendorong keingintahuan saya mengangkat tema makalah Komunikasi Lintas Budaya dengan judul “Suku Dayak Kenyah”. Di samping menonton gambar-gambar dan membaca tulisan mengenai keadaan alam dan hutan yang menggambarkan kehidupan budaya tradisional orang Dayak.
Makalah ini merupakan hasil dari pengamatan etnis Dayak yang dikenal sebagai sub kelompok Kanayatan. Masyarakat ini berasal dari kelompok induk Dayak Darat yang menurut Andasputra (1997: 1) berjumlah 300.000 jiwa. Ini berarti jumlah Dayak Kanayatan diperkirakan kurang lebih sepertiga dari suku Dayak di Kalimantan Barat.
Sudah sejak lama gaya hidup tradisional di Kalimantan menarik perhatian pihak luar negeri. Hal tersebut salah satunya dapat dilihat dari buku yang diterbitkan oleh “Royal Asiatic Society” pada halaman 126 tahun 1880, pada buku itu tertulis:
“The Council of Straits Branch of the Royal Asiatic Society has resolved to invite the assistance of persons residing or travelling ....in Borneo... with a view to collection of fuller and more information .....in regard to the Wild Tribes of these regions.”
Pada zaman itu pihak luar negeri berpendapat bahwa suku liar yang dikenal sebagai masyarakat “ganas” dari Formosa, atau masyarakat “kanibal” adalah dari pulau Turk serta Dayak  liar dari Borneo. Menurut publikasi tersebut di atas suku liar mungkin mempunyai asal usul nenek moyang yang sama. Berdasarkan pengamatan antropolog modern, disimpulkan bahwa budaya dan tradisi suku Dayak memang unik, termasuk aspek Histori, Adat Istiadat, Filosofi, Nilai, dan Norma.

1.2. PERUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas dapat diambil suatu permasalahan yang dihadapi yakni mencari : 
Lima (5) parameter Dayak Kenyah:
1.  Histori 
2. Adat Istiadat
3.  Filosofi
4.  Nilai
5. Norma

1.3. TUJUAN MAKALAH
Tujuan penulisan makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat tugas Ujian Tengah Semester tahun ajaran 2010/201, mata kuliah Komunikasi Lintas Budaya dan lebih mengenal beragam Budaya Indonesia, kususnya Suka Dayak Kenyah. Begitu pentingnya suatu kebudayaan maka kita sebagai generasi penerus haruslah menjaga kebudayan kita sendiri, manfaatnya bukan hanya untuk diri kita saja namun Kebudayaan adalah harta yang paling berharga dan harus tetap dijaga keberadaannya agar tidak  termakan era globalisasi dan menjadikan kita lupa suatu budaya bangsa.



BAB II

PEMBAHASAN


2.1. Histori
2.1.1. Dongeng Asal Usul Dayak Kenyah
Pada jaman dahulu kala Konon ada seorang pria bernama HAKA. Seorang saudagar kaya dari negeri Cina. Pekerjaannya adalah transaksi jual beli hasil bumi berkelana keseluruh penjuru dunia.
Singkat cerita, tibalah HAKA di pulau BORNEO/KALIMANTAN. ditemukannya sebuah gua untuk dijadikan tempat untuk beristirahat. Namun didalam gua tersebut, HAKA bertemu seekor naga yang sangat besar sekali. Diatas kepala sang Naga tampak berkilauan, dan ternyata kilauan cahaya tersebut berupakan pantulan dari sebuah Batu permata yang berada diatas kepala sang naga.
Haka kemudian berpikir, seandainya batu permata yang berada diatas kepala sang Naga itu dapat ia peroleh, tentunya ia akan jadi sangat kaya karena sudah barang tentu Batu Permata itu akan sangat mahal harganya. Dengan segala upaya HAKA berusaha untuk mengambil Batu Permata yang berada diatas kepala sang Naga, namun ia tidak berhasil. Karena kekuatan naga sangat luar biasa dengan semburan api yang sangat panas dari mulut sang Naga. HAKA pun menyerah, ia memutusjan untuk kembali pulang ke negerinya.
Sesampai di negerinya di Cina, HAKA pun menghadap Raja dan menceritakan tentang sang NAGA kepada baginda Raja. Mendengar cerita dari HAKA, Raja pun tertarik dan mengumpulkan seluruh pasukan kerajaan untuk mendiskusikan bagaimana agar bisa mengalahkan sang Naga dan mengambil Batu Permata yang ada di atas kepala sang Naga.
Akhirnya disepakati, seluruh pasukan yang akan diberangkatkan melawan sang Naga dibuatkan pakian anti api dengan persenjataan yang amat sangatlah lengkap. Berangkatlah bala pasukan dari negeri Cina berlayar menuju pulau Kalimantan bersama HAKA untuk membunuh sang Naga berada.
Pasukan kemudian dibagi menjadi dua bagian. Pasukan pertama naik kedaratan bersama HAKA menuju gua, dan pasukan kedua menunggu diatas kapal.
Pasukan yang dipimpin HAKA pun berangkat menuju gua dimana sang Naga berada. Sesampai di Gua, sang Naga sedang tertidur pula. HAKA memerintahkan kepada pasukannya untuk tenang dan jangan sampai menimbulkan suara. Dengan sangat hati-hati HAKA beranjak mendekati sang Naga. Alhasil, Batu Permata yang berada diatas kepala sang Naga pun dapat diperolah HAKA tanpa harus berperang melawan san Naga.
Bersukacitalah seluruh pasukan HAKA karena telah berhasil mendapatkan Batu Permata itu tanpa bersusah payah melawan sang Naga. Batu Permata pun dipegang secara bergantian oleh para prajurit karena mereka ingin sekali melihat wujud Batu Permata tersebut. Dan tanpa mereka sadari, suara tawa sukacita mereka membuat sang Naga terbangun dan mengejar mereka.
HAKA dan seluruh pasukannya kemudian lari tunggang langgang menyelamatkan diri menuju kapal. Sang parjurit yang pada saat itu tengah memegang Batu Permata tersebut berhasil masuk ke kapal dan memerintahkan agar kapal segera berlayar.
Nasib tidak diuntung, mujur pun tidaklah didapat. HAKA dan beberapa orang prajurit tertinggal didaratan, kapal telah berlayar membawa Batu Permata menuju negeri Cina dan tidak pernah kembali lagi menjemput HAKA dan prajurit lainnya.
Akhirnya, HAKA dan prajurit yang tersisa berjalan menyusuri hutan, rimba dan sungai untuk mencari makanan. Mereka pun menemukan sebuah perkampungan dan meminta pertolongan kepada masyarakat setempat. Karena tidak ada lagi pilihan lain cara untuk kembali ke negeri asalnya, HAKA dan para prajurit pun kemudian menetap diperkampungan tersebut. Hingga akhirnya mereka pun bisa beradaptasi dengan masyarakat tersebut, berkeluarga dan dari situlah asal mula Penduduk Pulau Kalimantan memiliki Ras dari Negeri Cina.
Setelah sekian tahun, perkembangan penduduk semakin pesat. HAKA membawa sebagian penduduk untuk pindah ke daerah lain. Tempat tersebut bernama APAU AHE.
Di APAU AHE lah masyarakat HAKA terus tumbuh dan berkembang.

2.1.2.      IRANG DAU
Irang Dau merupakan sebuah patung batu berukuran tinggi kurang lebih 30 cm dengan berat kurang lebih 15 Kg, berbentuk manusia kedua tangan menopang dagu seperti layaknya orang kedinginan, ditemukan oleh seorang penjala ikan disungai pada tahun 1930memiiki kekuatan supranatural yang sangat luar biasa. Konon, pada jaman dimana Suku Dayak Kenyah masih menganut Animisme, keberadaan IRANG DAU merupakan tempat meminta bantuan untuk kepentingan masyarakat Suku Dayak Kenyah. Misalnya meminta musim penghujan, meminta kelimpahan hasil panen, mengusir wabah penyakit, mencari orang tenggelam.
2.1.3        Siapa “Dayak Kenyah?”.

Suku Kenyah adalah suku Dayak yang termasuk rumpun Kenyah-Kayan-Bahau yang berasal dari daerah Baram, Sarawak. Dari wilayah tersebut suku Kenyah memasuki Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur melalui sungai Iwan di Sarawak terpecah dua sebagian menuju daerah Apau Kayan yang sebelumnya ditempati suku Kayan dan sebagian yang lainnya menuju daerah Bahau. Pergerakan suku ini menuju ke hilir akhirnya sampai ke daerah Mahakam dan akhirnya sebagian menetap di Kampung Pampang Samarinda Utara, Samarinda. Sebagian lagi bergerak ke hilir menuju Tanjung Palas. Suku Kenyah merupakan 2,4% penduduk Kutai Barat.  Silsilah dan Sub Suku Dayak Kenyah Klan besar Dayak Kenyah, konon, berasal dari keturunan para pedagang Cina dan suku Barunai (Brunai Darussalam). “Kami berasal dari Sungai Baram, wilayah suku Barunai,” ujar Labu Usad, kepala desa Nawang Baru. Karena sering berperang dengan suku Barunai lainnya, akhirnya berpencar menjadi empat wilayah. Satu diantaranya mendiami Dataran Apo Kayan.
Dalam perkembangannya, Klan ini terbagi menjadi 30 subsuku, yang memiliki nama tersendiri dan masing-masing memiliki kepala adat. Tak jelas, sejak kapan terjadi perpecahan dalam Klan besar ini. Namun, mengapa sampai terjadi perpecahan, itu hanya dapat diterangkan dengan “kata Sahibul Hikayat”.
Alkisah, Batang Laing-salah seorang kepala suku – menugaskan delapan warganya, empat lelaki dan empat wanita, untuk membuat Yunan (alat peras tebu). Yunan adalah syarat meminta restu kepada Dewa Peselong Loan. “Tum ta mita tan ya leka - Tolonglah kami mencari tanah subur.” Seorang dukun yang memimpin upacara kesurupan, sembari berkata, “A Untana ya suk tana Lurah Tana ya leka ya bileng – Ada tanah yang subur dan luas di lembah lurah yang jauh.” Nah, petunjuk untuk menemukan “tanah perjanjian” itulah yang memunculkan perbedaan pendapa. Klan besar Dayak Kenyah mengalami pemencaran, sesuai dengan penafsiran masing-masing tentang letak tanah dimaksud, sampai kemudian membentuk kelompok menjadi 20 - 30 subsuku. Meski tempat tinggal antar – subsuku ini berpisah, tetap berada dilembah yang sama. Yaitu, membujur sepanjang Apo Kayan – Dataran Tinggi Kayan.
Masing-masing subsuku mempunyai “swing-awing” (keputusan adat tersendiri). Kecuali itu, setiap subsuku memiliki otonomi atas wilayah kerja tersendiri – misalnya atas daerah perburuan, ladang, sebagai hak ulayat masing-masing.  Dayak Kenyah, yang mendiami pulau kalimantan/borneo, khususnya kalimantan timur, terdiri dari 22 Sub suku (yang dapat didata) . Setiap sub suku biasanya disebut lepoq/umaq, yaitu:
1. Lepoq Bakung
2. Uma Jalan
3. Lebuk Kulit
4. Lebuk Timai
5. Lepoq Tukun
g
6. Lepoq Bem
7. Lepoq Ma'ut
8. Uma Lasan
9. Uma Lun
g
10.Lepoq Tau,
11.Lepoq Kayan
12.Lepoq Punan
13.Lepoq Brusuq
14.Uma Baka
15.Uma Alim
16.Lepoq Entang
17.Lepoq Kei
18.Lepoq Puaq
19.Lepoq Tepu
20.Lepoq Badeng
21.Lepoq Merap
Yang membedakan diantara sub suku dayak kenyah ini adalah mengenai cara pengucapan akhir kata, (setiap sub suku mempunyai ciri khas dialek/logat yang berbeda beda). Suku dayak kenyah di kalimantan timur tersebar di seluruh kabupaten/kota madya, mereka biasanya hidup berkelompok di desa/kampung. Saat ini suku dayak kenyah mendiami sekitar 80 desa/kampung di kaltim.
2.2.      Adat Istiadat Dayak Kenyah
2.2.1.   Adat Kelahiran Dayak Kenyah
Jika ada istri dari Suku Dayak Kenyah melahirkan maka bunyi-bunyian gong dan gendang terus dikumandangkan jangan sampai tangisan anak itu terdengar oleh binatang-binatang dihutan sebab itu adalah pantangan maka akan berkembang mitos “Anakmu akan sial sepanjang Zaman”.
2.2.2.      Upacara Pemberian Nama Dayak Kenyah
Bagi keluarga yang baru saja mendapat momongan harus mengundang seluruh penduduk kampung yang berhak memberi nama adalah nenek, ibu, atau perempuan lain yang berasal dari lingkungan keluarga mereka. Sedangkan laki-laki dan bahkan ayahnya sendiri sangat dipantangkan memberikan nama. Bila anak mereka laki-laki Ayam jantan harus dikorbankan Darahnya diletakan diatas mandau (parang) dan lalu dioleskan ketanah sebelah kanan bayi dan bersama itu mantra dibacakan “Berilah anak ini air kehidupan”.
2.2.3.      Pengobatan Oleh Dayak Kenyah

Dukun dari suku dayak bernama Dayung dia bisa menyembuhkan sakit seseorang dengan cara telur ayam di letakan diatas kepala dan yang Dayung pun mengucapkan Mantera yaitu : Ni atau Sio diman, menyat tolong lait nyengau” diterimahkan” tolong berikan air yang dapat menghidupkan’. Kepada sisakit, ayam dibunuh lalu darahnya di teteskan ketubuhnya, kepada hantu-hantu, doa dipanjatkan yaitu semoga penderita disembuhkan. Bila si penderita tidak dapat tertolong di pukulah gong sebagai pemberitahuan kepada penduduk yang ada dikampung atau di hutan bahwa sudah terjadi kematian, lelaki warga kampung bersenjata membacoki dinding Rumah dan tiang-tiang sebagai tanda memerangi hantu-hantu yang mengakibatkan kematian.
2.2.4.      Kematian Dayak Kenyah
Mayat di berikan diatas tikar, keluarga si mati berkumpul bertangis-tangisan sambil menyanyikan syair-syair pujian atas jasa almarhum yang telah meninggalkan keluarga. Sementara itu, senjata-senjata perang harus diletakan disamping jenazah. Sungai terdekat dengan kampung disediakan pedoman kaki mayat membujur ke hilir. Kepala mengarah ke hulu menurut arus sungai mengalir. Peti mati, Lungun namanya, jenazah diberi harta dan senjata perangnya. Empat hari empat malam mayat disemayamkan. Pemuda-pemuda membuat tekalong atau rumah-rumahan, diatasnya duduk keluarga yang si mati, dihadapan peti mati bertangis-tangisan, sementara itu kepala adat memberikan petuah kepada para pemikul rumah-rumahan.
2.2.5.      Tabu Kematian Dayak Kenyah
Bila perempuan Dayak kenyah mati melahirkan satu kampung harus membiarkan kalau ditolong membawa bencana itulah perintah dari dewa-dewa. Penduduk kampung hanya membuatkan peti mati yang diletakan diatas kuburan sedangkan mayat hanya diurus suami sendiri atau saudara dari perempuan yang mati tersebut ke dalam “kiba” (kiba adalah sejenis keranjang berukuran tinggi. Kiba dibuat dari anyaman rotan kiba diusung dibelakang dan diberi tali untuk diusungkan ke kedua ketiak) mayat diletakan pada saat membawa kekuburan jangan melewati rumah orang karena seluruh kampung akan kena bencana sial atau kalah dalam perang itulah peraturan yang diberikan oleh roh nenek moyang.
2.2.6.      Setangis Dayak Kenyah
Dalam acara upacara setangis di situlah seluruh keluarga menagis pelan-pelan, peti mati dimasukan kedalam kubur diiringi bunyi-bunyian kelentengan gong dan gendang. Setangis adalah upacara pemakaman yang diiringi kesenian JAMOK HARANG, main alu dan sabung Ayam. Dalam upacara setangis dihidangkan ketan hitam, roti-rotian telur masak dan segala macam makanan yang lain.

2.2.7.      Rapat Adat Dayak Kenyah
Para peserta rapat harus berbaju kulit binatang dan bercawat kain hitam sebelum rapat dimulai para peserta rapat memakan bubur tepung beras yakni sebagai lambang persatuan. Sebagai acara kedua para peserta rapat beramai-ramai meminum air “tapai” (tape) sambil menyanyikan lagu-lagu lama, acara ketiga kepala adat dipersilahkan memayungi seekor babi sebagai lambang Perlindungan Tuhan Bunga Malan yang bisa memaafkan kesalahan semua orang. Acara keempat kepala adat dipersilahkan menghidangkan delapan gelas “jakan” (Minuman keras) kepada bangsawan tertinggi dan bila minuman sudah dihabisi barulah rapat boleh dimulai.
2.2.8.      Tanda-tanda Alam
Bungan Malan adalah nama tuhan mereka dia yang menyampaikan perintah dan permintaan kepada manusia dan sebagai perantaranya adalah BALI UTUNG. Mereka percaya apabila mereka melihat burung pelatuk dan burung elang terbang berarti kebaikan akan datang tapi apabila burung tersebut terbangnya menghalang atau melintang itu bertanda tibanya kecelakaan karena itu bila mereka menempuh perjalanan dihutan sebaiknya cepat-cepat pulang karena itulah larangan tuhan mereka yang disampaikan dengan perantara binatang. Mereka percaya apabila larangan itu tidak diajarkan Bungan Malan akan murka lalu dikirim hantu-hantu untuk menyiksa manusia. Mereka percaya hantu masing-masing punya nama. Ada yang bernama Bali Meet, Bali Tenget, Bali Ketatang, Bali Li-it dan Bali Sakit. Hantu-hantu adalah piaraan Tuhan Bangun malan yang bisa mencelakakan jiwa seseorang.

2.2.9.      Upacara Agama Suku Dayak Kenyah
Agama nenek moyang mereka dinamakan Bungan Ibadat mereka tidak teratur dan tertentu mereka beribadat hanya pada saat-saat yang perlu dengan sesajen melimpah-ruah, dan memakan waktu yang lama sering mengadakan pesta, berupa pesta:
v  Erau kepala adalah pesta memohon doa agar Bungan Malan dan Bali Utung memberikan kesuburan kepada tanah ladang yang baru dibuka.
v  Ukaw Mending adalah pesta yang dilakukan ketika kampung ditimpa bencana. Sebelum Ukaq Mending di mulai seluruh penduduk diberitahu untuk ber”tabu” selam tiga hari yaitu: jangan memancing, jangan berburu, jangan menumbuk padi, menjahit, keluar kampung dan jangan pula menerima tamu selama bertabu itu.
Penguasa pesta terus-menerus membaca mantera agar Bungan Malan melenyapkan malapetaka.
v  Erau Bunut adalah pesta pemberian nama yang dilaksanakan semeriah-meriahnya.

2.3.      Filosofi 
2.3.1. Tato Bagi Masyarakat Dayak Kenyah
Tato bagi masyarakat etnis dayak merupakan bagian dari tradisi, religi, status sosial seorang dalam masyarakat, serta bisa pula sebagai bentuk penghargaan suku terhadap kemampuan seseorang. Karena itu, tato tidak bisa dibuat sembarangan.
Bagi masyarakat Dayak Kenyah dan Dayak Kayan di Kalimantan Timur, banyaknya tato menggambarkan orang tersebut sudah sering mengembara. Karena setiap kampung memiliki motif tato yang berbeda, banyaknya tato menandakan pemiliknya sudah mengunjungi banyak kampung. Jangan bayangkan kampung tersebut hanya berjarak beberapa kilometer. Di kalimantan, jarak antar kampung bisa ratusan bahkan ribuan kilometer dan harus ditempuh menggunakan perahu menyusuri sungai lebih dari satu bulan. Karena itu, penghargaan pada perantau diberikan dalam bentuk tato.
Baik tato pada lelaki atau perempuan, secara tradisional dibuat menggunakan duri buah jeruk yang panjang dan lambat – laun kemudian menggunakan beberapa buah jarum sekaligus. Yang tidak berubah adalah bahan pembuatan tato yang biasanya menggunakan jelaga dari periuk yang berwarna hitam. Karena itu, tato yang dibuat warna – warni, ada hijau kuning dan merah, pastilah bukan tato tradisional yang mengandung makna filosofis yang tinggi.
Tato warna – warni yang dibuat kalangan anak-anak muda saat ini hanyalah tato hiasan yang tidak memiliki makna apa-apa. Gambar dan penempatan dilakukan sembarangan dan asal-asalan. Tato seperti itu sama sekali tidak memiliki nilai religius dan penghargaan, tetapi cuma sekedar untuk keindahan, dan bahkan ada yang ingin dianggap sebagai jagoan.
2.3.1.1. Tato untuk Pengembara
Bagi masyarakat Dayak Kenyah, banyaknya tato menggambarkan orang tersebut sudah sering mengembara. Karena biasanya setiap perkampungan dayak yang mentradisikan tato memiliki jenis motif tatoo tersendiri bahkan memiliki penempatan tato tersendiri di bagian tubuh mereka yang merupakan ciri khas suku mereka. Sehingga bagi mereka banyaknya tato menandakan pemiliknya sudah mengunjungi banyak kampung. Jangan bayangkan kampung tersebut hanya berjarak beberapa kilometer.  Di kalimantan, jarak antar kampung bisa ratusan bahkan ribuan kilometer dan harus ditempuh menggunakan perahu menyusuri sungai lebih dari satu bulan. Karena itu, penghargaan pada perantau diberikan dalam bentuk tato.
2.3.1.2. Tato untuk Bangsawan
Tato bisa pula diberikan kepada bangsawan. Di kalangan masyarakat dayak kenyah, motif yang lazim untuk kalangan bangsawan (paren ) adalah burung enggang (anggang) yakni burung endemik Kalimantan yang dikeramatkan. Bagi mereka burung enggang merupakan rajanya segala burung yang melambangkan sosok yang gagah perkasa, penuh wibawa, keagungan dan kejayaan. Sehingga tato motif jenis ini biasanya diperuntukan hanya untuk orang-orang tertentu saja.
2.3.1.3. Tato untuk kaum Perempuan
Di suku Dayak Kenyah, pembuatan tato pada perempuan dimulai pada umur 16 tahun atau setelah haid pertama. Untuk pembuatan tato bagi perempuan, dilakukan dengan upacara adat disebuah rumah khusus. Selama pembuatan tato, semua pria tidak boleh keluar rumah. Selain itu seluruh keluarga juga diwajibkan menjalani berbagai pantangan untuk menghindari bencana bagi wanita yang sedang ditato maupun keluarganya. Motif tato bagi perempuan lebih terbatas seperti gambar paku hitam yang berada di sekitar ruas jari disebut song irang atau tunas bambu. Adapun yang melintang dibelakan buku jari disebut ikor. tato di pergelangan tangan bergambar wajah macan disebut silong lejau. Adapula tato yang dibuat di bagian paha. Bagi perempuan dayak memiliki tato dibagian paha status sosialnya sangat tinggi dan biasanya dilengkapi gelang di bagian bawah betis. Motif tato di bagian paha biasanya juga menyerupai silong lejau. Perbedaanya dengan tato di bagian tangan, ada garis melintang pada betis yang dinamakan nang klinge. Tato sangat jarang ditemukan di bagian lutut. Meski demikian ada juga tato di bagia lutut pada lelaki dan perempuan yang biasanya dibuat pada bagian akhir pembuatan tato dibadan. Tato yang dibuat di atas lutut dan melingkar hingga ke betis menyerupai ular, sebenarnya anjing jadi – jadian atau disebut tuang buvong asu.
2.3.2.      Filosofi Telinga Panjang Dayak Kenyah
Telinga Panjang menjadi ciri khas orang Dayak, pada jaman dahulu hampir semua orang Dayak baik laki laki maupun perempuan bertelinga panjang.  Menurut Amai Pebulung ( seorang tetua suku Dayak kenyah ), Orang dayak  dahulu banyak hidup di hutan, ingin membedakan antara manusia dengan monyet, “Jika telinganya pendek berarti dia itu monye” demikian dikatakan oleh amai Pebulung sambil tertawa terkekeh kekeh. Untuk kaum wanita jika telinganya semakin panjang dan bandul telinganya semakin banyak maka dia semakin cantik. Untuk kaum lelakinya biasanya bandul telinganya dibuat ukir-ukiran.
2.4.      Nilai – Nilai Budaya Dayak Kenyah
2.4.1.      Seni Tari
2.4.1.1. Tari Kancet Papatai/Tari Perang
Tarian ini menceritakan tentang seorang pahlawan Dayak Kenyah berperang melawan musuhnya. Tarian ini sangat lincah, gesit, penuh semangat dan kadang-kadang diikuti oleh pekikan si penarinya. Dalam tarian ini, penari mempergunakan pakaian tradisional suku Dayak Kenyah dilengkapi dengan peralatan perang seperti mandau, perisai dan baju perang. Tarian ini diiringi dengan lagu Sak Paku dan hanya menggunakan alat musik Sampe.
2.4.1.2. Tari Kancet Ledo/Tari Gong
Jika tari Kancet Pepatay menggambarkan kejantanan dan keperkasaan pria Dayak Kenyah, sebaliknya tarian Kancet Ledo menggambarkan kelemah-lembutan seorang gadis bagaikan sebatang padi yang meliuk-liuk lembut ditiup angin. Tari ini dibawakan oleh seorang wanita dengan memakai pakaian tradisional suku Dayak Kenyah dan pada kedua belah tangannya memegang rangkaian bulu-bulu ekor burung Enggang. Tarian ini biasanya ditarikan di atas sebuah gong, sehingga Kancet Ledo disebut juga Tari Gong.
2.4.1.3. Tari Pecuk Kina
Tarian ini menggambarkan perpindahan suku Dayak Kenyah yang berpindah dari daerah Apo Kayan (Kab. Bulungan) ke daerah Long Segar (Kab. Kutai Barat) yang memakan waktu bertahun-tahun.
2.4.1.4. Tari Kancet Lasan
Menggambarkan kehidupan sehari-hari burung Enggang, burung yang dimuliakan oleh suku Dayak karena dianggap sebagai tanda keagungan dan kepahlawanan. Tari Kancet Lasan merupakan tarian tunggal wanita suku Dayak Kenyah yang sama gerak dan posisinya seperti Tarian Kancet Ledo, namun si penari tidak mempergunakan gong dan bulu-bulu burung Enggang dan juga si penari banyak mempergunakan posisi merendah dan berjongkok atau duduk dengan lutut menyentuh tanah/lantai. Tarian ini lebih menekankan pada gerakan burung Enggang ketika terbang melayang dan hinggap bertengger di dahan pohon. 
2.4.1.5. Tarian Datun
Tarian ini merupakan tarian bersama gadis suku Dayak Kenyah dengan jumlah tak pasti, boleh 10 hingga 20 orang. Menurut riwayatnya, tari bersama ini diciptakan oleh seorang kepala suku Dayak Kenyah di Apo Kayan yang bernama Nyik Selung sebagai tanda syukur dan kegembiraan atas kelahiran seorang cucunya. Kemudian tari ini berkembang ke segenap daerah suku.
2.4.1.6. Tarian Leleng
Tarian ini menceritakan seorang gadis bernama Utan Along yang akan dikawinkan secara paksa oleh orangtuanya dengan pemuda yang tak dicintainya. Utan Along akhirnya melarikan diri kedalam hutan. Tarian gadis suku Dayak Kenyah ini ditarikan dengan diiringi nyanyian lagu Leleng.
2.4.1.7. Tari Hudoq Kita
Tarian dari suku Dayak Kenyah ini pada prinsipnya sama dengan Tari Hudoq dari suku Dayak Bahau dan Modang, yakni untuk upacara menyambut tahun tanam maupun untuk menyampaikan rasa terima kasih pada dewa yang telah memberikan hasil panen yang baik. Perbedaan yang mencolok anatara Tari Hudoq Kita' dan Tari Hudoq ada pada kostum, topeng, gerakan tarinya dan iringan musiknya. Kostum penari Hudoq Kita' menggunakan baju lengan panjang dari kain biasa dan memakai kain sarung, sedangkan topengnya berbentuk wajah manusia biasa yang banyak dihiasi dengan ukiran khas Dayak Kenyah. Ada dua jenis topeng dalam tari Hudoq Kita', yakni yang terbuat dari kayu dan yang berupa cadar terbuat dari manik-manik dengan ornamen Dayak Kenyah.
2.4.2.      Mata Pencaharian
Mata pencaharian mereka Umumnya, pertanian (sistem berladang), berburu, sebagai karyawan di perusahaan kayu, perkebunan sawit, tambang batu bara, karet, ada juga yg berhasil menjadi PNS dan pejabat di provinsi dan kabupaten/kota. sebagai peramu hasil hutan dan peladang berpindah. Perladangan dilakukan dengan sistem rotasi alam selama 4-7 tahun. Di desa Long Payao, Sei Anai, dan Metun I, sistem rotasinya sampai 10 tahun. Inilah, agaknya, mengapa suku Dayak kerap dituding sebagai perusak lingkungan hutan.
 
2.4.3.      Senjata Khas
 
Senjata khas yang di miliki suku Dayak Kenyah yang tidak di miliki oleh suku lainnya adalah mandau dan sumpit sama halnya dengen suku – suku Dayak lain di Kalimantan.
2.4.3.1. Mandau
Senjata khas yang disebut mandau terbuat dari lempengan besi yang ditempa berbetuk pipih panjang seperti parang berujung runcing menyerupai paruh burung yang bagian atasnya berlekuk datar. Pada sisi mata di asah tajam sedang sisi atasnya sedikit tebal dan tumpul. Kebanyakan hulu mandau terbuat dari tanduk rusa diukir berbentuk kepala burung dengan berbagai motif seperti kepala naga, paruh burung, pilin dan kait. Sarung mandau terbuat dari lempengan kayu tipis, bagian atasnya dilapisi tulang berbentuk gelang, bagian bawah dililit dengan anyaman rotan.
2.4.3.2. Sumpit
Sumpit yaitu jenis senjata tiup yang dalamnya diisi dengan damak yang terbuat dari bambu yang diraut kecil dan tajam yang ujungnya diberi kayu gabus sebagai keseimbangan dari peluru sumpit. Kekuatan jarak tiup sumpit biasanya mencapai 30-50 meter. Sumpit terbuat dari kayu keras berbentuk bulat panjang menyerupai tongkat yang sekaligus merupakan gagang tombak dengan lubang laras sebesar jari kelilingking yang tembus dari ujung ke ujung. Pada ujung sumpit di lengkapi dengan mata tombak terbuat dari besi berbentuk pipih berujung lancip yang menempel diikat dengan lilitan rotan.
2.4.3.3. Telabang atau Perisai
Di samping kedua jenis senjata itu masih terdapat satu peralatan yang disebut telabang atau perisai. Perisai ini terbuat dari kayu gabus dengan bentuk segi enam memanjang, keseluruhan bidang depannya beragam hias topeng (hudoq), lidah api dan pilin berganda.
2.4.4.      Tempat tinggal
Rumah rumah tinggal mereka masih khas. Uma Da’du atau Lamin adalah rumah asli peninggalan Dayak Kenyah yang masih utuh. Rumah adat ini dibuat dari kayu ulin, beratap sirap. Lamin di hiasi lukisan daun paku simetris dengan aneka warna. Bentuknya sebagian menyerupai tattoo di tangan kaum wanitanya . Mereka juga dikenal mahir membuat manik-manik dan pemahat handal patung Totem.
2.4.5.      Bahasa Pengantar
Suku Kenyah adalah klan besar suku dayak- diantara klan Dayak di Kalimantan, Serawak, dan Sabah di Malaysia. Sebagai pengantar sehari-hari, mereka menggunakan bahasa Kenyah, yang mengenal 14 dialek. Belakangan, munculnya generasi muda suku Kenyah yang mendiami Apo Kayan, bahasa indonesia mulai dikenal.
2.4.6.      Kepercayaan
Keberagaman Agama, keberagaman agama terjadi dimana-mana hal ini juga terjadi pada penduduk desa Pampang yang mayoritasnya adalah suku Dayak Kenyah, mereka memiliki beberapa kepercayaan, diantaranya : Kaharingan (kepercayaan dahulu, yang percaya adanya dewa), Kristen Protestan, Khatolik dan Islam. Meski berbeda agama, mereka tetap saling menghormati.
2.4.7.      Seni Musik
”Sape’ benutah tulaang to’ awah”. Petikan ungkapan itu termuat dalam ”Tekuak Lawe’”, sastra lisan yang turun-temurun ada di kalangan masyarakat Dayak Kayaan-Kenyah. Secara harfiah, ungkapan itu berarti alat musik sape’ mampu meremukkan tulang belulang hantu yang bergentayangan.
Sape’ adalah alat musik petik dari Dayak Kayaan-Kenyah. Bentuknya seperti gitar. Perbedaannya terdapat pada posisi grip dan tak adanya lubang untuk menggaungkan bunyi petikan senar. Sumber bunyi sape’ hanya berasal dari petikan senar. Alat musik ini biasa dimainkan dalam acara-acara adat. Dulu, alat musik sape’ juga sering dimainkan kaum muda ketika mereka berkumpul pada malam hari. Di perkampungan masyarakat Dayak Kayaan- Kenyah pada masa lalu, sape’ juga sering dipakai kaum muda untuk mendekati perempuan yang ditaksirnya. Biasanya sape’ dimainkan di rumah panjang atau rumah betang, yaitu rumah komunal masyarakat Dayak. Rumah betang itu disekat-sekat untuk ruang pribadi masing-masing keluarga. Di rumah betang juga tersedia ruang besar untuk acara adat atau berkumpul keluarga besar yang tinggal di rumah betang tersebut. Di ruang besar itulah, pada masa lalu, para pemuda Dayak unjuk kebolehan bermain sape’.
”Dari cerita-cerita orang tua, dulu, pemain sape’ yang mahir biasanya mendekati wanita yang disukainya dengan menggunakan sape’. Sangat romantis.  Di Dayak Kenyah, grip-grip akan menghasilkan 14 nada tunggal, sedangkan di Kayaan grip sape’ biasanya menghasilkan delapan nada.
2.5.      Norma – Norma Dayak Kenyah
 
 
2.5.1.      Hubungan kekerabatan
Hubungan kekerabatan mereka mengikuti garis keturunan patrilinial. Dalam satu lamin dapat dijumpai hidup beberapa keluarga, mulai dari orang tua, anak, cucu, sepupu hingga keponakan. Dahulu kala sebuah lamin malah dapat menampung lebih dari 100 KK, sehingga tidak ada bentuk keluarga batih mutlak. Batih baru ada kalau sekiranya pasangan suami istri mau memisahkan diri dari lamin. Namun hal ini jarang dilakukan, karena pertimbangan ekonomi. Sebab, dengan memilih tinggal didalam lamin, segala persoalan dan kebutuhan sehari-hari menjadi tanggung jawab bersama. Hidup komunal demikian, tentu ada resikonya. Kerahasiaan menjadi kosakata yang nyaris tak mereka kenal. Kerahasiaan personal menjadi demikian tipis, agaknya hanyalah setebal kelambu.
Namun demikian mereka tetap taat pada adat lamin yang sehari-hari dikendalikan oleh kepala adat. Di dalam lami, kepala adapt menempati kamar bagian tengah. Bagi mereka, kepala adat adalah orang yang dipilih menurut garis keturunan bangsawan, yang dapat melindungi dan berwawasan luas tentang adat setempat. Dalam struktur masyarakat, posisi kepala adat berada dibawah kepala desa. Namun, dalam keseharian, kepala adat tampak lebih dihormati ketimbang kepala desa.
2.5.2.      Kedudukan Perempuan dalam Masyarakat
Sistem geneologis dalam masyarakat Dayak kenyah adalah parental, bahwa garis keturunan ayah dan ibu dianggap sama. Hal itu berbeda dengan sistem patrilineal (garis keturunan ayah atauy lelaki) ataupun sistem matrilineal (garis keturunan ibu atau perempuan). Dalam struktur masyarakat Dayak Kenyah, pada khakikatnya kaum perempuan mempunyai kedudukan yang sama dengan kaum laki-laki baik dalam kehidupan sosial dan kehidupan religius. Hal itu tampak jelas dalam peranan perempuan di pelbagai upacara adat.
2.5.3.      Istilah kekerabatan dalam Dayak Kenyah
Beberapa panggilan kekerabatan yang digunakan oleh Dayak Kenyah antara laindapat dilihat pada tabel:
Istilah dalam Bahasa Indonesia
Istilah dalam Bahasa Dayak Kenyah
Kakek/Nenek
Ayah
Ibu
Paman
Bibi
Pui
Amay
Uwih
Tu Ampe Aki
Tu Ampe
 
BAB III
KESIMPULAN
Suku Dayak Kenyah yang tinggal di Kalimantan Timur,  memiliki tingkat kekerabatan yang tinggi, hal ini jelas terlihat pada kegiatan-kegiatan penduduk setempat yang sering dilakukan bersama-sama secara gotong royong.