Senin, 13 Juni 2011

Skenario ADIN SANG PEMULUNG


Sin 1 Adin – Jalan Raya yang ramai
Adin adalah seorang bocah berumur 8 tahun berfrofesi sebagai pemulung, harus putus sekolah karena keluarganya tidak mampu membiayai sekolahnya. Wajah yang lusuh, pakaian compang- camping yang sudah tak layak dipakai lagi, tidak mengenakan alas kaki. Rambut yang semua hampir menguning karena sering terkena terik matahari. Adin terus berjalan mencari sampah-sampah dijalanan kota, dia tak menghiraukan orang-orang dan angkutan kota yang berlalulalang. dengan memanggul karung untuk tempat hasil dia memungut sampah, dia terus berjalan walau terik matahari begitu menyangat pada hari itu, sesekali Adin mengusap keringatnya dengan tangannya yang kotor, namun Adin terus berjalan tak kenal lelah mengumpulkan puing-puing rupiah dari tong-tong sampah dan tempat-tempat kumuh dan dia  selalu ceria walau kelelahan. 
Set 2 Adin dan Bapak Tua kaya Raya – area parkir Restoran siap saji
Langkah Adin terhenti disalah satu tempat parkiran mobil Restoran siap saji, lalu dia duduk di trotoar parkiran sambil pandangannya terus memerhatikan pintu masuk dan orang-orang yang berlalu-lalang masuk dan keluar dari Reastoran siap saji. Adin membayangkan dia, Bapak, Ibu dan adik-adiknya dapat masuk dan mempunyai cukup uang untuk membeli makanan di restoran tersebut. Namun Adin hanya dapat tersenyum ketika dia membayangkan hal itu. Dari kejauhan berjalan seorang bapak tua menuju parkiran mobil, sesampainya diparkiran bapak tua tersebut berada persis disebelah Adin. Ketika bapak tua itu mendekati pintu mobilnya Adin tersenyum dan segera bergegas pergi. Bapak tua itu memandang Adin dan membalas senyum Adin, ketika Adin mulai melangkah Bapak tua itu memanggil Adin, kening bapak tua itu mengerut memperhatikan Adin dan ingin sekali berbincang dengan dia bocah yang lusuh dengan membawa karung yang penuh dengan botol-botol plastik, pada akhirnya bapak tua memberanikan diri memanggil Adin.
“hei nak, apa yang kamu lakukan disini nak? “ menepuk pundak Adin”
“sa..sa..saya sedang bekerja pak” jawab Adin gugup dan menunduk”
“bekerja? Siang bolong seperti ini? Memengnya tidak bersekolah? “kaget mendengar jawaban Adin”
“tidak pak, saya pemulung” Adin tersenyum ”
“hebat kamu masih muda tetapi sudah gemar mencari uang” menepuk pundak Adin lagi”
Adin hanya bisa tersenyum kembali sambil memandang bapak tua
“bapak habis dari restoran itu ya? “Adin sambil  menunjuk Restoran itu”
“saya habis makan siang, bosan makanan di kantor. tau kah nak, bukannya sekolah sekarang sudah gratis?
“kalau memang sekolah sekarang gratis saya tidak mungkin dijam sekolah seperti ini berkeliaran mengumpulkan sampah-sampah dan barang bekas seperti sekarang ini” sambil tersenyum lebar dan menghapus keringat di dahinya dengan tangannya yang kotor”
“tidak cape bekerja dibawah terik matahari dan memanggul barang yang beratnya melebihi berat badan kamu?
“kalau saya tidak bekerja saya dan keluarga makan apa pak? Yang penting saya bekerja sebagai pemulung halal tidak korupsi seperti tokoh-tokoh yang sering saya lihat di TV tetengga, walau terkadang banyak yang menghina karna hadirnya kami dilingkungan mereka, saya tetap bangga menjadi pemulung, menyenangkan bisa jalan-jalan sambil bekerja membantu keluarga. “dengan raut wajah lelah namun Adin tetap ceria dan tersenyum lebar pada bapak tua itu”
“saya permisi pak”
“kenapa buru-buru? Waktu masih panjang? Bapak tua tersenyum kecil dan menahan Adin untuk pergi
“kalau saya tidak buru-buru penghasilan saya bisa berkurang, saya permisi pak dan terimakasih tidak malu mengobrol dengan pemulung, hati-hati dijalan pak” senyum Adin tak pernah lepas walau lelah namun dia tak memperlihatnya, dia tetep tersenyum menjalani hari-harinya sebagai pemulung.
“sama-sama nak, semoga suksek dikemudian hari”
Set 3 Adin dan Bapak tua – are parkir
Bapak tua membuka pintu mobilnya dan masuk kedalam mobil, menstater mobilnya lalu pergi sambil memperhatika kaca sepion meliahat Adin yang sedang berjalan. Sedangkan Adin berjalan dengan wajah cerianya tanpa merasa lelah Adin terus berjalan mengumpulkan puing-puing rupiah ditempat sampah hingga senjapun tiba.

Sinopsis
pemulung bukanlah harapan dan cita-cita dan tak seorang pun yang menginginkan predikat semacam itu melekat pada dirinya. Namun, situasilah yang memaksa mereka membuka lahan pekerjaan sendiri sebagai pemulung, lelah memang namun inilah hidup Adin menjalani hari-harinya sebagai pemulung. Dia bangga menjadi seorang pemulung, tak meminta-minta dan tak menguras uang rakyat kecil seperti para petinggi di Negri ini. Adin tetaplah bocah yang polos, bocah yang diusianya seharusnya mendapat pendidikan yang layak bukannlah menjadi pekerja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar